Senin, 21 Mei 2012
Renungan Pagi (21 Mei 2012)
BEKERJA ADALAH SUATU BERKAT
“Lihat, inilah kesalahan Sodom, kakakmu yang termuda itu: kecongkakan, makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan hidup”
(Yehezkiel 16:49)
Allah
memberikan pekerjaan kepada umat manusia sebagai satu berkat, untuk
menyibukkan pikiran kita, memperkuat tubuh kita, dan mengembangkan
kemampuan kita. Adam dan Hawa bekerja di Taman Eden, dan mereka
mendapati kesenangan tertinggi dari keberadaan suci mereka, dalam
aktivitas mental dan fisik. Ketika mereka diusir dari rumah indah itu
sebagai akibat ketidakpatuhan dan terpaksa bekerja keras mengusahakan
tanah untuk memperoleh makanan sehari-hari, pekerjaan itu merupakan satu
kelegaan kepada jiwa mereka yang berduka, satu usaha perlindungan
terhadap godaan.
Pekerjaan
yang bijaksana sangat diperlukan baik untuk kebahagiaan maupun
kesejahteraan bangsa kita. Membuat yang lemah menjadi kuat, yang pemalu
menjadi berani, yang miskin jadi kaya, dan yang malang jadi senang.
Tugas kita yang beraneka raga, sebanding dengan berbagai macam
kesanggupan kita, dan Allah mengharapkan timbal balik untuk
talenta-talenta yang Ia telah berikan kepada para hamba-Nya. Bukan
besarnya talenta yang dimiliki yang menentukan upahnya, tetapi cara itu
digunakan – tingkat kesetiaan melakukan tugas itu, entah itu besar atau
kecil.
Kemalasan
adalah salah satu kutukan terbesar yang bisa menimpa kita, karena
kejahatan dan sifat buruk menyertainya. Setan siap menyergap,
mengejutkan dan menghancurkan mereka yang tak terjaga, yang menyusup
diwaktu luangnya dengan penyamaran yang menarik hati. Ia tidak pernah
lebih berhasil daripada ketika ia datang kepada manusia di waktu-waktu
luang mereka.
Orang
kaya seringkali menganggap diri mereka sendiri terkemuka di tengah
sesama mereka manusia dan disukai Allah. Banyak yang merasa berada di
atas para pekerja yang tulus dan memandang rendah sesama mereka yang
lebih miskin. Anak-anak orang kaya diajarkan bahwa untuk menjadi pria
dan wanita berwibawa mereka harus mengenakan pakaian yang sesuai mode,
menghindari semua pekerjaan berguna, dan menghindari masyarakat golongan
pekerja. Pemikiran seperti itu sama sekali berbeda dengan maksud Ilahi
dalam penciptaan manusia.
Anak
Allah menghormati pekerjaan. Meskipun Ia adalah Yang Mahakuasa dari
surga, Ia memilih rumah duniawi-Nya di tengah orang miskin dan hina, dan
bekerja mencari nafkah sehari-hari dibengkel kayu Yusuf yang sederhana.
Jalan yang dilalui pekerja Kristen mungkin sukar dan sempit, tetapi
mendapat kehormatan oleh jejak kaki sang Penebus, dan mereka yang
mengikuti jalan suci itu selamat. –Signs of The Times, 4 Mei 1882.
0 komentar: