Senin, 16 Juli 2012
Morning Worship (17 Juli 2012)
PENGALAMAN MENINGGALKAN KEBIASAAN LAMA
"Musa bersedia tinggal di rumah itu" (Keluaran 2:21).
Elemen manusia terlihat pada semua orang yang telah dipilih untuk menyelesaikan pekerjaan Allah.....Terhubung dengan Allah, sumber segala hikmat, individu-individu dapat mencapai ketinggian kesempurnaan moral tertentu....
Musa telah belajar banyak kebiasaan yang harus ditinggalkan. Pengaruh yang mengelilinginya di Mesir--kasih dari ibu angkatnya, kedudukannya sendiri yang tinggi sebagai cucu raja, pesona keagungan dalam seni, pelayanan disetiap bidang, pertunjukan yang mengagumkan dalam hal penyembahan berhala, dan pengulangan terus-menerus, oleh para imam, dongeng-dongeng yang tak terhitung banyaknya tentang dewa-dewa mereka--semua itu telah tertanam di dalam pikirannya yang berkembang dan telah membentuk tabiat dan kebiasaannya pada tingkatan tertentu. Kesan-kesan ini dapat berubah seiring waktu, perubahan lingkungan, dan hubungan yang dekat dengan Allah. Namun harus oleh usaha yang sungguh-sungguh dan tekun, sebuah perjuangan hidup, mengangkat benih-benih kekeliruan, dan digantikan dengan kebenaran yang ditanam dengan kokoh. Meskipun Allah berencana agar Musa melatih diri melalui disiplin keras, namun Ia menjadi penolong yang selalu siap melawan Setan ketika konfliknya terlalu berat untuk kekuatan manusia.....
Tatkala Musa melihat bahwa semua karya ciptaan Allah bekerja seirama dengan hukum-hukum-Nya, ia menyadari betapa tidak pantasnya manusia menentang hukum Allah. Tantangannya paling berat, memerlukan usaha yang panjang, membawa hati dan pikiran pada segala sudut sejalan dengan kebenaran dan dengan surga; tetapi Musa akhirnya menang.....
Tahun demi tahun berlalu dan hamba Allah itu masih dalam keadaan bersahaja, seseorang yang kurang iman dibandingkan dia akan menganggapnya telah dilupakan oleh Allah, seolah kemampuan dan pengalamannya lenyap ditelan bumi. Tetapi sambil berkelana bersama kawanan ternaknya di tempat-tempat terpencil, kondisi bangsanya yang menderita senantiasa terpampang di hadapannya. Ia mengenang semua bantuan Allah kepada orang-orang setia di masa lampau dan janji-janji-Nya untuk masa depan yang cerah, dan jiwanya menghadap kepada Allah atas nama saudara-saudaranya yang berada dalam perbudakan, dan doa-doanya yang tekun menggema di tengah gua-gua pegunungan siang dan malam. Ia tidak pernah lelah menghadirkan janji-janji yang telah diberikan bagi bangsanya, dan memohon kelepasan kepada-Nya. --Signs of the Times, 19 Februari 1880.
0 komentar: