Minggu, 15 Juli 2012
Morning Worship (16 Juli 2012)
EMPAT PULUH TAHUN PELATIHAN ULANG
"Tetapi
orang Israel masih mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru,
sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada
Allah" (Keluaran 2:23).
Dalam segala hal, Musa telah menjadi seorang pria yang hebat. Sebagai seorang penulis, sebagai pimpinan militer, dan seorang ahli filosofi, ia tidak ada tandingannya. Kesukaan kepada kebenaran dan keadilan telah menjadi dasar dari tabiatnya dan telah menghasilkan kesetiaan pada tujuan yang tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan dari mode, opini atau pencarian kesenangan. Kesopansantunan, kerajinan, dan kepercayaan teguh pada Allah menandai kehidupannya. Ia muda dan penuh semangat, berlimpah energi dan kekuatan. Ia sangat bersimpati terhadap penderitaan saudara-saudaranya, dan jiwanya bergejolak dengan satu keinginan untuk melepaskan mereka. Tentu saja, kelihatan bagi hikmat manusia bahwa ia dalam segala hal cocok untuk tugas ini.
Tetapi Allah tidak melihat apa yang dilihat manusia; cara-cara-Nya bukanlah cara-cara kita. Musa belum disiapkan untuk menjalankan tugas besar ini; bangsa itu pun belum siap untuk kelepasan. Ia telah dididik di sekolah Mesir, tetapi ia masih harus melalui sekolah disiplin yang keras sebelum ia memenuhi syarat untuk tugas suci itu. Sebelum ia sukses memerintah kumpulan besar orang Israel, ia harus belajar untuk menurut, pengendalian diri. Selama empat puluh tahun ia menjalani masa istirahat di padang belantara, agar dalam kehidupannya yang tak menonjol, dalam pekerjaan rendahan menjaga domba-domba, ia dapat memperoleh kemenangan menaklukkan hawa nafsunya sendiri. Ia harus belajar berserah sepenuhnya pada kehendak Allah sebelum ia dapat mengajarkan kehendak itu kepada bangsa yang besar.
Makhluk-makhluk fana tentunya tak tahan dengan empat puluh tahun pelatihan di tengah pegunungan Midian, karena menganggapnya sebagai kehilangan waktu sangat lama. Namun Ia yang Mahabijaksana menempatkan dia yang kelak akan menjadi pelepas bangsanya dari perbudakan, selama periode ini agar mengembangkan kejujurannya, visinya, kesetiaan dan kepeduliannya, dan kemampuannya untuk mengidentifikasi dirinya sendiri dengan kebutuhan para dombanya yang bisu. Mereka yang diberikan tanggung jawab penting oleh Allah tidak dibesarkan dalam kemudahan dan kemewahan; para nabi agung, para pimpinan dan hakim yang ditunjuk Allah, adalah mereka yang memiliki karakter yang dibentuk oleh kenyataan-kenyataan hidup yang pahit.
Allah tidak memiliki orang-orang yang bekerja bagi-Nya dari satu model dan satu watak saja, tetapi individu-individu dengan berbagai tabiat. --Signs of the Times, 19 Februari 1880.
0 komentar: